Peran Lembaga Hukum Adat Laot dalam mengatur sistem bagi hasil perikanan tangkap antar nelayan dengan pemodal di Kabupaten Aceh Barat
Abstract
Peran lembaga Hukum Adat laot masing sangat mengakar pada masyakarat nelayan yang ada ada diwilayah pesisir Provinsi Aceh. Keberadaannya bukan hanya sebatas mengatur kegiatan-kegiatan seremonial adat namun juga mengatur hubungan antara nelayan dengan pemilik modal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Lembaga Hukum Adat Laot dalam mengatur Sistem bagi hasil antara antara nelayan perikanan tangkap dengan pemodal di Kabupaten Aceh Barat.metode penelitian digunakan adalah metode survey dengan analisis data melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif berrdasarkan jawaban quisioner pada saat wawancara dengan responden. Hasil penelitian menunjukkan persentase sumber modal nelayan perikanan tangkap masih sebahgian besar berasal dari Tauke bangku dan sumber sendiri. Sistem bagi hasil perikanan tangkap mengikat tiga pihak meliputi; (1) pemilik perahu/boat, (2) pawang pukat dan aneuk pukat serta (3) tauke bangku dan masing memiliki kewajiban dan hak yang harus dipenuhi. Kepatuhan terhadap Ketentuan hukum adat laot tentang bagi hasil antara nelayan dan pemilik modal dengan menjunjung kemaslahatan hubungan antara pemilik modal dengan pawang dan aneuk pukat masih berlaku dan diterapkan pada kehidupan nelayan perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Barat.
Role of Laot Customary Law institution still deeply exists in the fishermen society existing at coastal region of Aceh province. Its existence is not only to regulate the tradition ceremonial activities but also to regulate the relationship of fishermen and the investor. This study aimed to determine the role of Laot Customary Law Institution in regulating the system of profit sharing between the fishermen with the investor at West Aceh district. Research method used was survey method with data analysis through quantitative and qualitative approaches based on the answers of questionnaires during interviewing respondents. The results showed that the percentage of capital sources of fishermen was mostly from the their boss called tauke bangku and their own capital. Fishery profit sharing system involved three parties such as; (1) the boat owner, (2) the trawl handler and trawl crew and (3) tauke bangku. Each party had obligations and rights that must be fulfilled. Compliance onto the regulation of laot customary law about profit sharing between fishermen and investor by holding the benefits of the relationship of among capital owners, trawl handler and trawl crew was still valid and applicable to the life of fishermen at West Aceh.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Adami, Y., 1995 Aspek kelembagaan Masyarakat nelayan dalam pengembangan wilayah dikabupaten Aceh Utara. Thesis Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Nya’pha, H., 2001. Panglima Laot; Peranan dalam Lembaga Adat Laot (Menuju HUkum Adat yang berkekuatan hukum tetap), Makalah disampaikan pada lokakarya yang dilaksanakan oleh Panglima Laot se- Aceh di Sabang.
Wardah, E., 2004. Dampak Keberadaan Lembaga Hukum Adat Laot Dalam Kehidupan Nelayan Aceh Kaitanyan dengan Tingkap Pendapatan Nelayan. Thesis Program PWD- IPB, Bogor.
DOI: https://doi.org/10.29103/aa.v2i2.337
Article Metrics
Abstract Views : 836 timesPDF Downloaded : 58 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.