Perceraian Dengan Talak Yang Terjadi Di Luar Mahkamah Syar'iyah Ditinjau Dari Fiqih Pendapat Imam Mazhab Dan Hukum Adat Aceh

ELMA NIALIS DAYANTI, Manfarisah M, Jamaluddin J

Abstract


Studi ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan hukum dan akibat hukum cerai talak terhadap perceraian di luar Mahkamah Syar’iyah menurut pendapat Fiqih Imam Mazhab dan untuk mengetahui kekuatan hukum dan akibat hukum cerai talak terhadap perceraian di luar Mahkamah Syar’iyah menurut hukum Adat Aceh. Perceraian menuntut suami untuk mengucapkan kata-kata tertentu atau menggunakan cara lain untuk menggantikan kata-kata tersebut, segera atau di kemudian hari oleh suami untuk melepaskan, melepaskan dan memutuskan perkawinan yang sah. Perceraian diatur dalam Pasal 113 sampai dengan 148 Kumpulan Hukum Islam (KHI), menurut Pasal 38 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian atau putusnya perkawinan dapat terjadi karena 3 (tiga ) hal yaitu: kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan, menurut hukum adat adalah perceraian berarti putusnya atau renggangnya hubungan kekerabatan antara pihak kerabat yang bersangkutan.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kedudukan cerai talak menurut pendapat Imam Mazhab ialah talak yang diucapkan dengan jelas dan adanya niat maka talak tersebut sah jatuh kepada isterinya, maka akibat yang ditimbulkan adalah jika talak telah jatuh dan apabila pada masa iddah isteri belum juga dirujuk dan telah habis masanya iddahnya maka ia telah tercerai dan apabila salah satu pihak meninggal dunia maka mereka bukanlah ahli warisnya, menurut hukum Adat Aceh dikarenakan hukum Adat Aceh merujuk pada pendapat Imam syafi’i, maka kekuatan cerai talak yang diucapkan adalah sah dalam masyarakat akan tetapi tidak secara hukum nasional dikarenakan tidak dilakukan di Mahkamah Syar’iyah, akibat hukum dalam hukum Adat Aceh ialah mereka tidak dapat menikah kembali dengan orang lain secara hukum nasional karena tidak adanya akta perceraian sebelumnya dan pada pembagian harta bersama apabila salah satu pihak tidak mau memberikannya maka pihak yang satunya tidak dapat menuntutnya karena tidak adanya bukti perceraian mereka.

References


Airi Safrijal, 2017, Hukum Adat Dalam Perspektif Hukum Nasional, FH UNMUHA Press, Banda Aceh.

Amiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Jamaluddin, 2010, Hukum Perceraian Dalam Pendekatan Empiris, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Moehammad Hoesin, 2018, Islam Dan Adat Aceh Bagaimana Ajaran Islam Mewarnai Adat Istiadat Aceh, LSKPM, Banda Aceh.

Sulaiman Rasjid,2019, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap, Sinar Baru Algensindo, Bandung.

Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum Paradigma Metode Dan Dinamika Masalahnya, ELSAM dan HUMA, Jakarta.

Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, 2004, FiqihEmpatMazhab, Hasyimi Press, Bandung.




DOI: https://doi.org/10.29103/jimfh.v2i1.4039

Article Metrics

 Abstract Views : 484 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2019 ELMA NIALIS DAYANTI, Manfarisah M, Jamaluddin J

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Malikussaleh

E-ISSN : 2798-8457