EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT DI TENGAH REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Abstract
In the last decade, the discussion around the fourth industrial revolution which emphasizes on the automation of all aspects of life has increased. The fourth industrial revolution, which is synonymous with technological sophistication, gives us an idea of a futuristic reality and this is certainly inseparable from large-scale development that must be encouraged. Even so, in the midst of seemingly relentless development, there is a group of people who seem to be deliberately distancing themselves and sticking to customs and traditions. Therefore, despite today's development narrative which is still centered in urban areas, it is important to see the industrial revolution 4.0 that we are experiencing today from the perspective of a group of people who are often referred to as Indigenous Peoples. In addition to fighting against urban hegemony, this paper also tries to question the meaning of development and the fourth industrial revolution and its implications for different stakeholders. Indigenous peoples respond to this situation by trying to create a concept of a rival economy against a growth economy with predatory characteristics. This competitive economy is referred to as the Nusantara Economy and prioritizes drastic emphasis on production-consumption activities (degrowth) as well as local, collective and community-based ownership of living space (the commons).
Abstrak: Dalam satu dekade terakhir, perbincangan seputar revolusi industri 4.0 yang menekankan pada otomatisasi semua lini kehidupan kian meningkat. Revolusi Industri 4.0 yang identik dengan kecanggihan teknologi memberikan kita gambaran akan realitas yang futuristik dan hal tersebut tentunya tidak terlepas dari pembangunan skala besar yang harus terus digenjot. Meski begitu, di tengah pembangunan yang seakan tanpa henti, ada sekelompok masyarakat yang seperti dengan sengaja menjauhkan diri dan tetap berpegang teguh pada adat dan tradisi. Di tengah narasi pembangunan hari ini yang berpusat di urban, rasanya penting untuk melihat revolusi industri 4.0 yang sedang kita alami hari ini dari kacamata sekelompok masyarakat tadi yang sering disebut juga Masyarakat Adat. Selain melawan hegemoni perkotaan, tulisan ini juga mencoba untuk mempertanyakan kembali apa makna pembangunan dan revolusi industri 4.0 serta implikasinya terhadap berbagai aktor yang berbeda. Masyarakat Adat merespons situasi ini dengan mencoba menciptakan suatu konsep ekonomi tanding terhadap ekonomi pertumbuhan yang berkarakter pemangsa. Ekonomi tanding ini disebut sebagai Ekonomi Nusantara dan mengedepankan penekanan kegiatan produksi-konsumsi secara drastis (degrowth) serta kepemilikan ruang hidup secara lokal, kolektif dan berbasis komunitas (the commons).
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Boutet, Jean-Sebastien. 2015. ‘The Revival of Quebec’s Iron Ore Industry: Perspectives on Mining, Development and History’. Calgary: University of Calgary Press.
Böhm, Steffen, Zareen Pervez Bharucha, dan Jules Pretty. (eds.) (2014). ‘Ecocultures: Blueprints for Sustainable Communities’. London: Routledge.
Colin, Samson. (2017), ‘The Idea of Progress, Industrialization, and the Replacement of Indigenous Peoples: The Muskrat Falls Megadam Boondoggle’, Social Justice, 44(4), p5-17.
Dahlianoor, J. N. dan. (2008). EKSISTENSI HUKUM ADAT DAYAKKALIMANTAN TENGAH DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0. May, 41–57.
Even Sembiring, Boy Jerry, Tanti Budi Suryani, dan Bagas Yusuf Kausan. 2021. ‘Ekonomi Nusantara: Tawaran Solusi Pulihkan Indonesia’. Jakarta: Eksekutif Nasional WALHI.
Farakhiyah, R., & Irfan, M. (2019). EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT TERGERUS OLEH KEBUTUHAN ZAMAN Studi Analisis Konflik Masyarakat Adat Sunda Wiwitan di Kuningan yang Terusir dari Tanah Adatnya Sendiri dengan Teori Identitas. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 1(1), 44.
Fathoni, M. Y. (2021). Peran Hukum Adat Sebagai Pondasi Hukum Pertanahan Nasional Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 219–236.
Fioramonti, Lorenzo. 2013. ‘Produk Domestik Bruto: Sejarah dan Realitas Politik di Balik Angka Pertumbuhan Ekonomi’. Soerjadinata, Lita. 2017. Marjin Kiri: Tangerang Selatan, Indonesia.
Mies, Maria dan Vandana Shiva. (eds.) (2014). ‘Ecofeminism’. London: Zed Books.
Pearcey, Mark. 2013, ‘Indigenous peoples, civilization and the expansion of international society: An ‘inter-societal’ perspective’, p2-4.
Praja, Wina Nurhayati., Athari, Silfia Nova., & Alifah, Syifa Nur. (2021), ‘Dinamika Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0’, Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 2(2), p120-122.
Pratiwi, A. E., Sugeng Triyono, Rezkiyanto, I., Asad, A. S., & Khollimah, D. A. (2018). Eksistensi masyarakat adat di tengah globalisasi. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 15(1), 170–179.
Subroto, A. (2019). Peran Negara Dalam Menjaga Eksistensi Masyarakat Hukum Adat. Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum, 11(1), 59.
Sugiswati, B. (2012). Perlindungan Hukum Terhadap Eksistensi Masyarakat Adat Di Indonesia. Perspektif, 17(1), 31.
Uppal, Shveta. (eds.) (2021). ‘Themes in World History’. Delhi: NCERT.
DOI: https://doi.org/10.29103/aaj.v6i1.5873
Article Metrics
Abstract Views : 472 timesPDF Downloaded : 15 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2022 Hafsah Aqilla, Denta Amelia, Fatiya Rahmah, Arif Budi Abraham, Faizi Faizi
INDEXED BY:
Redaksi Aceh Anthropological Journal (AAJ): Gedung Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh. Kampus Bukit Indah Jln. Sumatera No.8, Kec. Muara Satu Kota Lhokseumawe, Prov. Aceh, Indonesia. eMail: aaj.antro@unimal.ac.id
All publication by Aceh Anthropological Journal (AAJ) are licensed under a Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional