Makna Ornamen Pelaminan Meuracu Tunggang Baliak dalam Upacara Pernikahan Suku Aneuk Jamee
Abstract
The Aneuk Jamee tribe has unique customs, one of which is the use of a kasab altar in wedding ceremonies, known as pelaminan meuracu tunggang baliak*. Each shape, motif, and color on this altar carries specific symbolic meanings. This research aims to describe the motifs and meanings in the pelaminan meuracu tunggang baliak of the Aneuk Jamee tribe in Tapaktuan District. Using qualitative methods and a descriptive approach, the study applies symbolic interaction theory to analyze the altar's motifs and meanings. The findings reveal the following: (1) colorful fans represent the king, commander, intelligence, and cleverness; (2) kaniang symbolizes men's and women's tongues; (3) meuracu refers to three kings; (4) banta gadang conveys parental messages to the younger generation about carrying on tradition; (5) banta basusun represents four parties from eight family groups; (6) dalansi symbolizes life, likened to plants, which reflect the nature of human existence; (7) the pandak mattress features the dalimo motif and intricate root patterns; and (8) butun fruit symbolizes the king’s umbrella. Other symbolic elements include daluang and ceurano (betel containers).
Suku Aneuk Jamee memiliki berbagai adat istiadat yang unik, salah satunya yaitu menggunakan pelaminan kasab dalam upacara pernikahan yang diberi nama pelaminan meuracu tunggang baliak. Dalam pelaminan meuracu tunggang baliak ini setiap bentuk, motif dan warna tersebut mempunyai makna atau arti tersendiri. Penelitian ini memepunyai tujuan untuk mendeskripsikan motif dan makna dalam pelaminan meuracu tunggang baliak suku Aneuk Jamee di Kecamatan Tapaktuan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan data primer dan data sekunder. Penelitian ini memakai teori interaksi simbolik untuk menggambarkan motif dan makna dari pelaminan tersebut. Motif dan makna dari pelaminan meuracu tunggang baliak suku aneuk jamee di Kecamatan Tapaktuan adalah (1) kipas warna-warni yang memiliki makna raja, hulubalang, cerdik dan pandai; (2) kaniang/lidah-lidah yang bermakna lidah perempuan dan lidah laki-laki; (3) meuracu yang diinterpretasikan sebagai tiga raja; (4) banta gadang diartikan sebagai pesan orang tua untuk anak muda yang akan menjadi penerus adat dan kehidupan; (5) banta basusun dimaknai sebagai empat pihak delapan kaum yaitu saudara dari orang tua yang merupakan kakak atau adik laki-laki dari orang tua; (6) Dalansi mewakili simbol tentang kehidupan di dunia ini yang diibaratkan dengan tumbuh-tumbuhan yang mempunyai filosofi menyimpan makna tentang hakikat kehidupan manusia; (7) tilam pandak ini memakai motif dalimo utuh dan akar berjalin dua petak dan empat petak dari akar yang bergolak; (8) buah butun merupakan simbol dari payung raja. Selain itu juga terdapat properti seperti daluang dan ceurano (tempat sirih).
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Hermaliza Essi, Khaira Nurmila, Harvina, Lestari Titit, & Wibowo Agus Budi. (2013). Simbol dan Makna Kasab di Aceh Selatan.
I Wayan Sudana. (2019). Fungsi Ornamen dalam Pengembangan Desain Fashion : Studi Kasus Ornamen Karawo di Gorontalo (The Function of Ornament in the Development of Fashion Designs : Case Study of Karawo Ornament in Gorontalo). Seminar Nasional Sandyakala, 291–300.
Irianto, Heru, & Bungin. (2001). Pokok-Pokok Penting Tentang Wawancara. PT Raja Grafindo Persada.
Irwansyah. (2017). Analisis Ornamen Interior Pada Ruang Balairung Istana Maimoon Medan. Jurnal Proporsi, 3(1), 21–32.
Nina Siti Salmaniah Siregar. (2011). Kajian Tentang Interkasionisme Simbolik. Jurnal Ilmu Sosial Fakultas ISIPOL UMA, 4(2), 100–110.
PROF. DR. I. B. WIRAWAN. (2012). Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Kencana Prenada Media Group.
Puspita Nelva, Ismawan, & Fitri Aida. (2016). Proses Pembuatan Kasab Di Desa Geulumbuk Kecamatan Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari Dan Musik Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pnedidikan Unsyiah, 1(1), 55–63.
Sahputri Julianti, Agustono Budi, & Zuska Fikarwin. (2021). Budaya dan Sistem Kekeluargaan Etnis Aneuk Jamee : Studi Kasus di Aceh Selatan. Al-Qadha : Jurnal Hukum Islam Dan Perundang-Undangan, 8(2), 110–126.
Sari Sekar Meita, & Zefri Muhammad. (2019). Pengaruh Akuntabilitas, Pengetahuan, dan Pengalaman Pegawai Negeri Sipil Beserta Kelompok Masyarakat (Pokmas) Terhadap Kualitas Pengelola Dana Keluahan Di LingkunganKecamatan Langkapura. Jurnal Ekonomi, 21(3), 308–316.
Septiana Ardilla, Ramdiana, & Lindawati. (2020). Makna Pelaminan Kamar Pengantin Suku Aneuk Jame Di Kecamatan Aceh Selatan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari Dan Musik Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, 5(1), 1–20.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Tihabsah. (2022). Aceh Memiliki Bahasa, Suku, Adat Dan Beragam Budaya. Jurnal Pendidikan, Sains, Dan Humaniora, X(7), 738–748.
Yell Saints. (2015, June). Mengenal Makna Pelaminan Kasab Emas “Aneuk Jame.” Https://Www.Yellsaints.Com/2015/06/Mengenal-Makna-Pelaminan-Kasab-Emas.Html.
Yelli Sustarina. (2019, October). Uniknya Pelaminan Suku Aneuk Jamee, Beda Jenis Beda Maknanya Secara Adat. Acehtrend.Com.
Zulfikar, Josef Adji Isworo, & Santoso Ratna Endah. (2020). Penerapan Teknik Kasab Aceh Pada Produk Sepatu Wanita Dewasa. Jurnal Seni Kriya, 8(2), 113–123.
DOI: https://doi.org/10.29103/aaj.v8i2.19041
Article Metrics
Abstract Views : 13 timesPDF Downloaded : 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2024 Dara Fatia
INDEXED BY:
Redaksi Aceh Anthropological Journal (AAJ): Gedung Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh. Kampus Bukit Indah Jln. Sumatera No.8, Kec. Muara Satu Kota Lhokseumawe, Prov. Aceh, Indonesia. eMail: aaj.antro@unimal.ac.id
All publication by Aceh Anthropological Journal (AAJ) are licensed under a Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional