Kearifan Lokal Raja Bondar dalam Sistem Pengairan Sawah pada Masyarakat Batak Toba
Abstract
Raja bondar is the name given to farmers who manage the irrigation of rice fields in Partoruan Lumban Lobu. This article aims to describe the background of Raja bondar, the requirements for becoming a Raja bondar and the local wisdom practiced by Raja bondar. The research method used are descriptive qualitative. The data collection techniques used are observation, interviews, and documentation. The results of this study show that Raja bondar are motivated by the physical conditions of the rice field environment, the distant location of water sources, the susceptibility of irrigation channels to damage, the varying sizes of farmers land and seasonal changes. The requirements to become a Raja bondar include owning rice fields, residing in partoruan lumban lobu village and being known as a diligent person. The local wisdom practiced by Raja bondar includes leading mutual cooperation or called mamampe bondar, determining the seeding time, providing irrigation water using bamboo pieces or sibulu-bulu, maintaining waterways or mangaligi aek, mediating conflict, and getting reward in the form of rice or money from farmers.
Abstrak: Raja bondar merupakan sebutan bagi petani yang mengelola irigasi sawah di Desa Partoruan Lumban Lobu. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang adanya Raja bondar, syarat terpilihnya Raja bondar dan bentuk-bentuk kearifan lokal Raja bondar. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Raja bondar dilatar belakangi oleh keadaan fisik lingkungan persawahan yaitu sumber air yang jauh, jaringan irigasi yang rentan rusak, luas lahan petani yang berbeda serta perubahan musim. Syarat menjadi Raja bondar adalah memiliki sawah, bertempat tinggal di Desa Partoruan Lumban Lobu dan dikenal sebagai seorang yang rajin. Kearifan lokal yang dilakukan Raja bondar ialah memimpin gotong royong atau mamampe bondar, menentukan waktu membibit, membagi air menggunakan potongan bambu atau sibulu-bulu, pemeliharaan saluran air atau mangaligi bondar, menengahi konflik, dan mendapatkan imbalan berupa padi atau uang dari para petani.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Maman , R. (2015 ). 5 Pendekatan Penelitian . Magnum Pustaka .
Mardawani . (2020). Praktis Penelitian Kualitatif, Teori Dasar dan Analisis Data dalam perspektif kualitatif . Yogyakarta : Deepublish Publisher .
Najimuddin , D. (2019 ). Buku ajar irigasi pedesaan. Yogyakarta: Deepublish Publisher .
Pemerintah Indonesia . (2015, Desember 9 ). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Indonesia No. 30 pasal ayat 1 Tahun 2015. Diambil kembali dari https://sda.pu.go.id
Semiawan , C. (2010 ). Metode penelitian kualitatif Jenis, Karakteristik, dan keunggulannya . Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia .
Suaib , H. (2017 ). Kearifan lokal dan modal sosial dalam pemberdayaan masyarakat suku MOI . Penerbit book online .
wirosoedarmo , R. (2019 ). Teknik irigasi permukaan . Malang: UB Press
DOI: https://doi.org/10.29103/aaj.v7i2.12013
Article Metrics
Abstract Views : 273 timesPDF Downloaded : 41 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2023 Indri Yollanda Simangunsong, Payerli Pasaribu
INDEXED BY:
Redaksi Aceh Anthropological Journal (AAJ): Gedung Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh. Kampus Bukit Indah Jln. Sumatera No.8, Kec. Muara Satu Kota Lhokseumawe, Prov. Aceh, Indonesia. eMail: aaj.antro@unimal.ac.id
All publication by Aceh Anthropological Journal (AAJ) are licensed under a Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional